Tuesday, October 1, 2013

Kejadian yang sungguh mengejutkan di pagi hari pada tanggal 1 Oktober 1965. Beberapa perwira tinggi TNI AD lenyap ditelan lubang buaya. Tokoh yang sedemikian dekatnya dengan Presiden Soekarno saat itu ditumpas oleh segelintir orang yang haus akan  sebuah kekuasaan.

Prolog kesejarahan kerajaan Singhasari tidak akan bisa lenyap dibenak masyarakat Indonesia. Sebagaimana berpengaruhnya keris yang dibuat oleh Empu Gandring yang menewaskan sang pembuatnya sendiri. Begitu pula dengan perjalanan politik kerajaan Singhasari yang diwarnai pertumpahan darah antar keturunan Ken Arok.

2013.

30 September 2013 terdengar suara yang keras dari toa yang dipasang di sekitar rumah Kepala Dusun Bejen. Intinya, Pak Dukuh memerintahkan untuk memasang Sang Saka Merah Putih setengah tiang. Dan terpasanglah dengan gagahnya di pinggir-pinggir rumah dengan keadaan yang hanya setengah tiang. Maklumlah, masyarakat yang tertib akan perintah dukuhnya.

1 Oktober 2013, berjalan satu hari dari hari sebelumnya. Hari ini, Sang Merah Putih terombang-ambing di udara dengan keadaan yang berbeda dari hari yang lalu. Hari ini, dengan gagahnya bendera yang sakral itu terpasang penuh di ujung tiang. Oh, ini hari Kesaktian Pancasila.

Sesakti apakah Pancasila hingga mempunyai hari khusus di 1 Oktober? Apakah tidak salah tanggal itu? Ah, ini cuma akal-akalan rezim Soeharto saja. 

Saturday, July 13, 2013


Ternyata tuntutan untuk menulis sejarah ini harus berjalan lagi ditengah minimnya referensi yang mengupasnya lebih dalam. Sebelumnya, sudah pernah ditampilkan artikel mirip seperti ini dengan judul Tari Leyek. Tapi itu jauh dari referensi yang jelas sumbernya. Meski awur-awuranjalan opini saya tetapi sebuah tuntutan untuk menulis lagi menjadikan saya untuk belajar lagi lebih dalam. Prolog.

Di mata masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Bantul, terdapat suatu kesenian yang merupakan asli dari karya masyarakat Bantul. Perpaduan antara budaya Jawa dengan budaya Islam meleburnya menjadi sebuah sajian langka di zaman sekarang. Terlebih, kesenian ini hanya terkenal seperti di daerah sekitar Makam Sewu, sebagian Bantul Kota, dan daerah Jejeran.

Tidak terlepas dari tokoh sejarah yang bermain di belakangnya. Seperti Ki Ageng Mangir, Panembahan Bodho dan sepertinya ada juga tokoh Ki Ageng Jejer. Mereka hidup se-zaman. Masa akhir Kasultanan Demak, masa Kasultanan Pajang dan awal Kasultanan Mataram. Dan jangan lupakan peran Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

Jaringan Jalasutera, sebuah jaringan para wali dari alas Mentaok hingga Demak Bintoro. Melalui jaringan inilah, Sunan Kalijaga melebarkan sayap dakwahnya melalui santri-santrinya. Salah duanya adalah, Panembahan Bodho dan Ki Ageng Jejer. Panembahan Bodho bertugas di Bantul sebelah Barat sedangkan Ki Ageng Jejer bertugas di Bantul sebelah Timur.

Hubungan inilah yang memungkinkan, kesenian Rodat seperti berpusat di tempat keduanya bersemayam. Panembahan Bodho yang berdomisili di daerah Wijirejo dan Ki Ageng Jejer yang berdomisili di Jejeran. Tidak hanya kedua daerah tersebut yang berkembang kesenian Rodat. Santri-santri dan ahli bait kedua tokoh tersebut pun mengembangkan kesenian ini di daerahnya.

Salah satunya adalah Bejen. Sebuah daerah di arah tenggara dari pusat kota Bantul. Sebuah kademangan besar di masa lalu. Di sini ditemukan salasilah keturunan dari Panembahan Bodho dan juga ada sebagian santri dari Ki Ageng Jejer. Dan ditemukan pula sisa-sisa peninggalannya berupa kesenian Rodat.

Rodat, kesenian tabuhan rebana khas jawa dengan suguhan menari yang elok. Versi ini mengartikan bahwa Rodat adalah seni tabuhan rebana sedangkan suguhan tarian tersebut bernama Tari Leyek. Keduanya memang tidak dapat dipisahkan, sehingga cara pengartian yang berbeda adalah hal yang wajar. Dan kesenian inilah yang merupakan hasil dari olah keterampilan masyarakat Bantul sendiri.
Puluhan reaja masjid Bejen keliling kampung membangunkan orang sahur. (Foto : Yusron Mustaqim)
BANTUL (KRjogja.com) - Di pagi yang sunyi terdengar musik klotekan berusaha memecah keheningan malam. Meski hanya menggunakan alat musik kentongan, bas dari paralon bekas tetapi menghasilkan suara merdu. Secara kompak puluhan pemuda melantunkan lagu-lagu salawat, lagu nasional maupun lagu pop ngetren saat ini.

Suasana ini selalu terlihat setiap pagi dini hari selama bulan Ramadan di Dusun Bejen Bantul. Sejak pukul 02.00 WIB puluhan pemuda yang tergabung dalam remaja masjid Darussalam berkumpul bersama di depan masjid. Dengan membawa alat musik seadanya, bahkan ada bekas besi gergaji mesin pun digunakan sebagai alat musik.

“Ini spontanitas kami lakukan saat bulan Ramadan tiba. Setiap pagi menjelang sahur kami berkumpul bersama untuk gugah-gugah(membangunkan ,red) masyarakat untuk sahur. Dengan alat musik seadanya kita keliling kampung bersama,” kata Jazid Maskul (23), seksi takjilan dan penjaga gudang remaja masjid Darussalam saat ditemui KRjogja.com di sela-sela keliling kampung, Jumat (12/07/2013).

Disebutkan, kegiatan tersebut menjadi salah satu even rutin yang telah digelar sejak 5 tahun terakhir ini. Kehadiran musik klotekan ini memang selalu ditunggu-tunggu masyarakat luas. Karena banyak warga menggantungkan rombongan pemuda ini untik menyiapkan santap sahur. (Usa)

http://krjogja.com/read/180054/cara-remaja-masjid-bejen-bangunkan-sahur.kr

Tuesday, November 29, 2011

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3.
Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

dari : http://www.transparansi.or.id/tentang/good-governance/

Sunday, November 27, 2011

Kademangan merupakan kembangan dari sebuah kata dasar "demang" yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai artian kepala distrik atau wedana pada zaman pemerintahan Belanda. Sehingga, dapat dibilang kademangan merupakan suatu wilayah yang dipimpin oleh seorang Demang.

Bejen, sebuah pedukuhan di kelurahan Bantul. Letaknya tenggara jantung kota Bantul, mungkin sekitar satu kilonan meter bila diambil sebuah garis lurus. Rumah Sakit Panembahan Senopai Bantul diambil garis lurus ke barat sekitar 200an meter. Inilah sebuah dusun yang mempunyai nama Bejen.

Banyak cerita yang menceritakan sebuah sejarah di mana Bejen merupakan sebuah nama kuno. Menurut pengamatan penulis, nama Bejen mungkin sudah ada bersamaan dengan nama Kademangan Ngepal (Palbapang sekarang) atau lebih muda puluhan tahun setelah itu.

Sekedar untuk mencicil sebuah proyek penulisan sejarah Bejen, mungkin ada beberapa analisa yang dapat menjadi acuan bila Bejen merupakan sebuah Kademangan dan merupakan desa kuno pula.

1. Sebuah sil-silah tentang trah Bejen yang berasal dari keturunan Prabu Brawijaya V (Prabu Kertabhumi). Dalam hal ini, mungkin pada generasi ke-berapa dari darah Brawijaya mulai menetap di Bejen. Dalam sil-silah ini disebutkan pula nama Panembahan Bodho yang berada di daerah Wijirejo, Pandak.


2. Adanya cerita tentang rumah-rumah megah dan besar-besar lengkap beserta pagar-pagar menjulang di daerah Bejen, meski saat ini semua itu mungkin telah hilang. Namun, cerita turun temurun pun juga merupakan referensi yang cukup baik untuk dikembangkan lebih lanjut. Khususnya terhadap sebuah nama yang menjadi sesepuh Bejen yakni Simbah Demang putera dari Josetro alias Setro Menggolo alias Joyo Setiko.

3. Sebuah cerita dari kyai-kyai sepuh tentang perjalanan Sunan Cirebon yang berusaha menangkap lintang yang jatuh di Makam Imogiri pada zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo. Tepat disekitar Langgar Al Mujahiddin (Pondok Pesantren Hidayatul Falaah) itulah Sunan Cirebon sekedar melepas penat sambil menunaikan ibadah sholat. Konon, dahulu ada seorang kyai yang melihat cahaya cemlorot dari daerah langgar tersebut.

4. Sebuah kesenian Sholawatan Rodat yang merupakan peninggalan Panembahan Bodho di daerah Wijirejo. Kemungkinan karena ada salah satu trah Bejen yang mempunyai darah Panembahan Bodho, proses adanya Kesenian Rodat di Bejen melalui sebuah mobilitas budaya oleh keturunan Panembahan Bodho. Sampai saat ini, kesenian tersebut masih lestari dan menjadi khasanah kebudayaan di Bejen.

Wilayah cangkupan Kademangan Bejen belum diketahui secara pasti atau hanya menyusuri kisah-kisah lama tentang Bejen. Kemungkinan wilayah Pedukuhan Bejen saat ini ditambah beberapa wilayah lain. Semua ini tidak akan menjadi legenda bila tidak ada nama yang menjadi sebuah tanda tanya besar bagi keturunan Bejen, yakni nama Kyai Demang di Bejen dalam suatu sil-silah yang diberikan oleh Simbah Badjuri (Bejen RT 06), almarhum Simbah Djalal Syayuti, serta Simbah Moch, Maksum (kaum rois Bejen).

Friday, November 25, 2011

Mengapa judulnya "Tegal Kedinding"?
Adakah yang bertanya sedemikian rupa seperti pertanyaan saya? Jawabnya butuh panjang bulet deh kalo nerangin ini judul aneh banget. Antara Tegal sama Kedinding apa hubungannya?

TEGAL
Tegalrejo, Magelang, sebuah kecamatan yang berada dikawasan Magelang. Tepatnya di desa Kombangan, terdapat sebuah pondok lusuh kuno bimbingan KH Yasin bin Idris bernama Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi'ien. Disini beberapa tahun yang lalu Kyai Achmad Burhani menjadi murid Simbah Yai Yasin.

KEDINDING
Kedinding, Surabaya, merupakan kawasan di dekat pantai yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Madura yang akhirnya terhubung dengan jembatan Suramadu di daerah Kenjeran. Tepatnya di Jalan Kedinding Lor 99 terdapat sebuah pondok megah yang pernah diasuh oleh KH Achmad Asrori Al Ishaqi almarhum. Disinilah Kyai Achmad Burhani mendapatkan ijazah berupa amaliyah Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsabandiyyah al Utsmaniyyah dan diangkat oleh Simbah Yai Asrori sebagai seorang Imam Khushusy.

Suasana malam itu benar-benar berubah ketika Kyai Achmad Burhani Asyahidi berpulang dari tanah Haromain. Pondok pesantren di Jalan Urip Sumoharjo 19 Bejen ini berubah meriah hingga larut malam. Hiruk pikuk orang-orang mulai dari yang bingung sampai orang ndak tahu wudel berjubel menanti tamu Allah di Pondok Bejen (trending name).

Sebelum di pondok, Yai Burhani mampir dulu di Masjid Darussalam Bejen untuk melepas rindu kepada rakyat yang ditinggal beliau selama 40 hari. Namun, meski Masjid Bejen (Trending name #juga) beramai-ramai menyambut tamu-tamu Allah dengan tata adat dusun, di pondok sendiri orang-orang yang mengaku jama'ahnya beliau, Yai Burhani mempersiapkan seremonial ala mereka sendiri.

Pondok Bejen begitu ramai disamping Masjid Bejen juga rame. Bedanya, yang di masjid itu orang kampung sedangkan yang di pondok itu jama'ahnya beliau Yai Burhani. Persamaannya, mereka berdua (pondok dan mesjid gan) berada di dusun Bejen.

"Asholatu was salamu 'alaika ya Rasulullah, Asholatu wa salamu 'alaika ya Habiballah, Thola'al badru 'alaina......" terdengar dengan keras dan agak kasar sedikit (efek sound cuy), pokoknya orang yang baru santai-santai atau sekedar tidur di tembok pada kaget.

Santri-santri beliau, Yai Burhani menyambut kedatangan Yai beserta Ibu Nyai dari mobil dengan lantunan "Thola'al" ala santri-santri Kedinding ketika menyambut Habib Umar al Jailaniy. Meriah meruah sholawat ini, dengan suasana yang semangat putih-putih (Al Khidmah).

Clink-clink!!!
Hilang kemana para santri?
Mereka kemudian beralih profesi seperti kebenaran berkata tentang pengabdian santri terhadap guru. This job is Laden. Bukan nama dari teroris yaa, bukan Usama bin Laden, ini lebih menggambarkan bagaimana kesuasana ketika berada di Kombangan, Tegalrejo. Minuman teh hangat manis tersaji dengan makanannya segera disiapkan di Ndalem Yai. Ditata rapi agar tidak kesampluk terus tumpah ruah di karpet.

Dan akhir cerita dari Tegal Kedinding adalah bagaimana suasana Al Khidmah berjalan beriringan dengan kebiasaan Tegalrejo. Ibarat acaranya itu Al Khidmah namun santri-santrinya loyalnya seperti anak-anak Tegalrejo. Ini adalah kenang-kenangan anak-anak Pondok Kombangan cabang Bejen :

Friday, October 28, 2011


Sebuah percakapan panjang akhirnya memberikan aku sebuah ilmu, memberikan tambahan wawasan tentang benar adanya yang bernama Bid'ah Wajib. Beberapa kalangan Islam yang berpikir modern, beberapa puluhan tahun yang lalu mempunyai misi-visi khusus untuk membasmi hal-hal yang berkaitan dengan Bid'ah dan teman-temannya. Tidak aneh bila kemudian, muncul beberapa kesalahpahaman antara golongan Islam satu dengan golongan lainnya karena sebuah adu dompa serta adu dalil.

Nahwu Shorof merupakan hal yang baru dalam wawasan khasanah Islam. Pada zaman Nabi Muhammad SAW belum ada ilmu macam-macam bahkan Nahwu Shorof yang istilahnya penting untuk menjaga kemurnian Al Qur'an. Ini merupakan hal yang baru dalam Islam tentunya juga berkaitan dengan masalah ibadah karena membaca Al Qur'an merupakan sebuah ibadah amaliah bagi muslim. Bila, pembacaan Al Qur'an salah atau ada yang mengganti titah-titah mulia maka tentu kita tidak akan mengerti permasalahan itu.

Sebelumnya saya waton namai dengan Adhiya'ud Daaroin yang menurut saya Cahaya Dua Rumah. Ternyata setelah melalui pembelajaran singkat, saya berada dipihak yang salah. Secara Nahwu Shorof, kata yang saya keluarkan akan mengandung makna lain. Tidak salah dalam pemilihan kata-katanya namun saya salah mengucapkannya. Dari sinilah saya mulai mengerti hal yang sebenarnya salah dan harus dibetulkan.

DHIYA'UD DAAROIN
artinya Cahaya Dua Rumah. Dua Rumah yang dimaksud adalah rumah dunia dan rumah akhirat.

Dan sekarang saya suka Dhiya'ud Daaroin sebagai paraban maupun siap untuk direlease sebagai majelis taklim dan sholawat.

Thursday, October 27, 2011

Saya cuma mau ngucapin tentang kehadiran bulan "Besar" dalam kalender Islam, hajatan terbesar umat Islam pun dilaksanakan pada bulan ini, yakni Idul Qurban dan Ibadah Haji.

HAPPY
DZULHIJJAH 1432 H MUBARAK !
SEMOGA YANG SEDANG MENJALANKAN IBADAH HAJI, IBADAHNYA DITERIMA DI SISI ALLAH SWT SEBAGAI AMALAN YANG IKHLAS DAN DAPAT MENJADIKAN ORANG-ORANG MUKMIN DI TANAH HARAM IBADAHNYA MENJADI HAJI YANG MABRUR! PULANG MEMBAWA BERKAH DAN OLEH-OLEH! AMIN.

BAGI YANG TANGGAL 1 SAMPAI TANGGAL 9 MAU MENJALANKAN IBADAH PUASA SUNAH SEMOGA PUASANYA YANG IKHLAS DAN DIKUATKAN DARI SEGALA BENTUK NAFSU SERTA DILINDUNGI RASA LAPAR DAN DAHAGA DARI SENGATAN PANAS DAN TERIKNYA MATAHARI! AMIN!


Kalau baca judul postingan kali ini, jangan kira itu adalah Royal Wedding yang diadain di Kerajaan Inggris. Inggris boleh aja ada Royal Wedding, tapi kebudayaan Inggris menurut gue nggak ada ISTIMEWAnya. Bosen liat upaca seperti itu, justru upacara pernikahan ala Kerajaan Inggris sudah pada diadopsi oleh masyarakat perkotaan di Indonesia, ternyata nggak cuma anak ajah yang diadopsi. hha, kali ini agak SARA.

Indonesia yang kaya budaya ini salah satunya mempunyai khasanah kebudayaan yang tinggi akan nilai-nilai keluhuran sehingga menyusunlah sebuah kemajemukan budaya di Indonesia. Kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang mencitrakan suatu suku di pulau Jawa (Jawadwipa) bagian tengah. Dua situs kebudayaan selalu menjaga budaya ini ada dan abadi di Indonesia menjadi situs pariwisata Indonesia yang ramai dikunjungi wisatawan domestik maupun luar negeri.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, sebuah situs budaya, sumber dimana kebudayaan itu berasal dan terjaga hingga kini karena sebuah keistimewaan. Saudaranya yang lain, Kasultanan Surakarta Hadiningrat cahyanya mulai pudar dengan beberapa keadaan. Tapi, semua itu tentu sudah diatur oleh Tuhan, yang tentu saja menentukan sebuah nasib bagi sebuah bangsa pula.

Gusti Kanjeng Raden (GKR) Bendara dan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudhanegara menyelenggarakan perhelatan besarnya dengan sebuah adat dan budaya yang berkembang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Perhelatan pernikahan tersebut mempunyai nama jawanya Pawiwahan Ageng. Inilah yang disebut sebagai Royal Wedding 2011.

Prosesi pernikahan ini tak luput dari sarat khasanah budaya Yogyakarta. Mulai dari prosesi yang dianggap penting hingga bagian-bagian  terkecil darinya. Bala prajurit abdi dalem Keraton Ngayogyakarta tak luput dari tugasnya sebagai seorang abdi kerajaan, ratusan bala prajurit dikerahkan untuk turut serta dalam mendukung kelancaran dan berjalannya prosesi adat ini.

Bagi rakyat Kasultanan Ngayogyakarta, perhelatan ini juga merupakan pesta rakyat Yogyakarta. Dari pihak Keraton sendiri menyediakan wahana pesta tersebut dengan menggelar Angkringan Gratis pada malam hari Selasa. Adanya Angringan Gratis menjadi daya tarik pariwisata tersendiri. Ratusan bahkan ribuan warga DIY ikut menikmati makanan yang dihidangkan sebagai menu makan di angringan gratis. Satu makanan pun yang masuk dari mulut untuk menyenyangkan perut tidak dipungut sepeser pun rupiah dari pembelinya.

Hampir dua pekan sudah perhelatan terbesar di Nusantara terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hampir dua pekan pula GKR Bendara meninggalkan kota dimana ia dibesarkan. Rakyat Yogyakarta tentu saja terus merindukan hal-hal ini kembali terjadi di tanah Yogyakarta. Menurut warga Yogyakarta, tanah yang dipijaknya sekarang hingga ibu pertiwi memaninggil ruhnya dan jasadnya dikembalikan pada tanah merupakan Tanah Perdikan dari Indonesia. Semua akan merasakan tetesan surga di bumi Yogyakarta.


YOGYAKARTA ISTIMEWA