Tuesday, November 29, 2011

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3.
Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

dari : http://www.transparansi.or.id/tentang/good-governance/

Sunday, November 27, 2011

Kademangan merupakan kembangan dari sebuah kata dasar "demang" yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai artian kepala distrik atau wedana pada zaman pemerintahan Belanda. Sehingga, dapat dibilang kademangan merupakan suatu wilayah yang dipimpin oleh seorang Demang.

Bejen, sebuah pedukuhan di kelurahan Bantul. Letaknya tenggara jantung kota Bantul, mungkin sekitar satu kilonan meter bila diambil sebuah garis lurus. Rumah Sakit Panembahan Senopai Bantul diambil garis lurus ke barat sekitar 200an meter. Inilah sebuah dusun yang mempunyai nama Bejen.

Banyak cerita yang menceritakan sebuah sejarah di mana Bejen merupakan sebuah nama kuno. Menurut pengamatan penulis, nama Bejen mungkin sudah ada bersamaan dengan nama Kademangan Ngepal (Palbapang sekarang) atau lebih muda puluhan tahun setelah itu.

Sekedar untuk mencicil sebuah proyek penulisan sejarah Bejen, mungkin ada beberapa analisa yang dapat menjadi acuan bila Bejen merupakan sebuah Kademangan dan merupakan desa kuno pula.

1. Sebuah sil-silah tentang trah Bejen yang berasal dari keturunan Prabu Brawijaya V (Prabu Kertabhumi). Dalam hal ini, mungkin pada generasi ke-berapa dari darah Brawijaya mulai menetap di Bejen. Dalam sil-silah ini disebutkan pula nama Panembahan Bodho yang berada di daerah Wijirejo, Pandak.


2. Adanya cerita tentang rumah-rumah megah dan besar-besar lengkap beserta pagar-pagar menjulang di daerah Bejen, meski saat ini semua itu mungkin telah hilang. Namun, cerita turun temurun pun juga merupakan referensi yang cukup baik untuk dikembangkan lebih lanjut. Khususnya terhadap sebuah nama yang menjadi sesepuh Bejen yakni Simbah Demang putera dari Josetro alias Setro Menggolo alias Joyo Setiko.

3. Sebuah cerita dari kyai-kyai sepuh tentang perjalanan Sunan Cirebon yang berusaha menangkap lintang yang jatuh di Makam Imogiri pada zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo. Tepat disekitar Langgar Al Mujahiddin (Pondok Pesantren Hidayatul Falaah) itulah Sunan Cirebon sekedar melepas penat sambil menunaikan ibadah sholat. Konon, dahulu ada seorang kyai yang melihat cahaya cemlorot dari daerah langgar tersebut.

4. Sebuah kesenian Sholawatan Rodat yang merupakan peninggalan Panembahan Bodho di daerah Wijirejo. Kemungkinan karena ada salah satu trah Bejen yang mempunyai darah Panembahan Bodho, proses adanya Kesenian Rodat di Bejen melalui sebuah mobilitas budaya oleh keturunan Panembahan Bodho. Sampai saat ini, kesenian tersebut masih lestari dan menjadi khasanah kebudayaan di Bejen.

Wilayah cangkupan Kademangan Bejen belum diketahui secara pasti atau hanya menyusuri kisah-kisah lama tentang Bejen. Kemungkinan wilayah Pedukuhan Bejen saat ini ditambah beberapa wilayah lain. Semua ini tidak akan menjadi legenda bila tidak ada nama yang menjadi sebuah tanda tanya besar bagi keturunan Bejen, yakni nama Kyai Demang di Bejen dalam suatu sil-silah yang diberikan oleh Simbah Badjuri (Bejen RT 06), almarhum Simbah Djalal Syayuti, serta Simbah Moch, Maksum (kaum rois Bejen).

Friday, November 25, 2011

Mengapa judulnya "Tegal Kedinding"?
Adakah yang bertanya sedemikian rupa seperti pertanyaan saya? Jawabnya butuh panjang bulet deh kalo nerangin ini judul aneh banget. Antara Tegal sama Kedinding apa hubungannya?

TEGAL
Tegalrejo, Magelang, sebuah kecamatan yang berada dikawasan Magelang. Tepatnya di desa Kombangan, terdapat sebuah pondok lusuh kuno bimbingan KH Yasin bin Idris bernama Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi'ien. Disini beberapa tahun yang lalu Kyai Achmad Burhani menjadi murid Simbah Yai Yasin.

KEDINDING
Kedinding, Surabaya, merupakan kawasan di dekat pantai yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Madura yang akhirnya terhubung dengan jembatan Suramadu di daerah Kenjeran. Tepatnya di Jalan Kedinding Lor 99 terdapat sebuah pondok megah yang pernah diasuh oleh KH Achmad Asrori Al Ishaqi almarhum. Disinilah Kyai Achmad Burhani mendapatkan ijazah berupa amaliyah Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsabandiyyah al Utsmaniyyah dan diangkat oleh Simbah Yai Asrori sebagai seorang Imam Khushusy.

Suasana malam itu benar-benar berubah ketika Kyai Achmad Burhani Asyahidi berpulang dari tanah Haromain. Pondok pesantren di Jalan Urip Sumoharjo 19 Bejen ini berubah meriah hingga larut malam. Hiruk pikuk orang-orang mulai dari yang bingung sampai orang ndak tahu wudel berjubel menanti tamu Allah di Pondok Bejen (trending name).

Sebelum di pondok, Yai Burhani mampir dulu di Masjid Darussalam Bejen untuk melepas rindu kepada rakyat yang ditinggal beliau selama 40 hari. Namun, meski Masjid Bejen (Trending name #juga) beramai-ramai menyambut tamu-tamu Allah dengan tata adat dusun, di pondok sendiri orang-orang yang mengaku jama'ahnya beliau, Yai Burhani mempersiapkan seremonial ala mereka sendiri.

Pondok Bejen begitu ramai disamping Masjid Bejen juga rame. Bedanya, yang di masjid itu orang kampung sedangkan yang di pondok itu jama'ahnya beliau Yai Burhani. Persamaannya, mereka berdua (pondok dan mesjid gan) berada di dusun Bejen.

"Asholatu was salamu 'alaika ya Rasulullah, Asholatu wa salamu 'alaika ya Habiballah, Thola'al badru 'alaina......" terdengar dengan keras dan agak kasar sedikit (efek sound cuy), pokoknya orang yang baru santai-santai atau sekedar tidur di tembok pada kaget.

Santri-santri beliau, Yai Burhani menyambut kedatangan Yai beserta Ibu Nyai dari mobil dengan lantunan "Thola'al" ala santri-santri Kedinding ketika menyambut Habib Umar al Jailaniy. Meriah meruah sholawat ini, dengan suasana yang semangat putih-putih (Al Khidmah).

Clink-clink!!!
Hilang kemana para santri?
Mereka kemudian beralih profesi seperti kebenaran berkata tentang pengabdian santri terhadap guru. This job is Laden. Bukan nama dari teroris yaa, bukan Usama bin Laden, ini lebih menggambarkan bagaimana kesuasana ketika berada di Kombangan, Tegalrejo. Minuman teh hangat manis tersaji dengan makanannya segera disiapkan di Ndalem Yai. Ditata rapi agar tidak kesampluk terus tumpah ruah di karpet.

Dan akhir cerita dari Tegal Kedinding adalah bagaimana suasana Al Khidmah berjalan beriringan dengan kebiasaan Tegalrejo. Ibarat acaranya itu Al Khidmah namun santri-santrinya loyalnya seperti anak-anak Tegalrejo. Ini adalah kenang-kenangan anak-anak Pondok Kombangan cabang Bejen :